Monday, June 12, 2017

Travel On Duty Edisi Semarang (Part I); Klenteng Sam Po Kong

Klenteng Sam Po Kong adalah sebuah bangunan yang merupakan bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama Islam yang bernama Zheng He atau Cheng Ho. Bangunan yang juga berfungsi sebagai tempat beribadah Umat Kong hu Cu ini terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang. 
=============================================

Setelah beberapa kali mengunjungi Kota Semarang, akhirnya Sabtu, 09 Juni 2017 saya kesampaian untuk berkunjung ke Klenteng yang terkenal di Semarang, yakni Klenteng Sam Po Kong. Cuaca Semarang yang begitu terik tak menyurutkan semangat saya untuk berkunjung ke tempat ini. Tiket Masuk yang sangat terjangkau, yakni Rp. 10.000,- untuk dewasa dan Rp. 5.000,- untuk anak-anak. Oyah,..kemarin kami membeli tiket "terusan" yang bertarif Rp. 28.000,- per orang, saya dan teman-temanpun tak menyia nyiakan kesempatan untuk mengunjungi setiap sudut bangunan klenteng yang bernilai sejarah ini. 


Di setiap Klenteng ada dua orang “penjaga”, laki-laki dan perempuan; namun yang saya maksud penjaga ini bukan security, sebab yang bertugas sebagai tenaga pengamanan di setiap Klentengnya ada sendiri. Penjaga yang saya maksud adalah mereka yang memfasilitasi pengunjung yang hendak sembahyang, memberikan beberapa keterangan tentang klenteng, dan tentu saja menginfokan beberapa spot yang tidak boleh difoto (mohon maaf kalau kata “penjaga” dirasa kurang tepat).
Asal muasal Kelenteng Sam Poo Kong terkait erat dengan muhibah atau perjalanan Laksamana Cheng Ho, seorang laksamana besar Cina yang terkenal dalam sejarah telah mengarungi samudra melintasi beragam negeri. Tempat ini juga biasa disebut Gedung Batu, karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu. Oleh karenanya bangunan ini juga disebut Kelenteng Gedung Batu Sam Po Kong. Bangunan yang bentuknya memiliki arsitektur bangunan China ini menjadi tempat peringatan dan tempat pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah bagi Umat Kong Hu Cu.
Bangunan inti dari kelenteng adalah sebuah Goa Batu yang dipercaya sebagai tempat awal mendarat dan markas Laksamana Cheng Ho beserta anak buahnya ketika mengunjungi Pulau Jawa di tahun 1400-an. Goa Aslinya sendiri tertutup longsor pada tahun 1700-an, kemudian dibangun kembali oleh penduduk setempat sebagai penghormatan kepada Cheng Ho. Di area ini juga juga terdapat dinding yang dihiasi relief yang menceritakan tentang perjalanan Laksamana Cheng Ho dari daratan China hingga akhirnya sampai di pulau Jawa.

Menurut sejarah, Laksamana Cheng Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok (kaisar ketiga dari dinasti Ming, berkuasa tahun 1403-1424). Nama aslinya adalah Ma He, juga dikenal dengan sebutan Ma Sanbao ( 三保)/Sam Po Bo. Dia lahir di daratan Yunnan dan masih keturunan dari Persia. Ia hidup dan besar ketika China dilanda peperangan saudara, dan Cheng Ho merupakan orang kepercayaan Yongle yang akhirnya menjadi kaisar dinasti Ming.
Karir Cheng Ho melesat dan Sang kaisar mempercayakan Cheng Ho menjadi duta internasional seiring dengan lahirnya dinasti yang baru. Ia melakukan ekspedisi sebanyak tujuh kali dan Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi tempat singgah Cheng Ho. Ia menjelajahi Samudra Hindia dan rute yang dia tempuh dari China menuju berbagai negara Asia Tenggara, India, Timur Tengah, Jazirah Arab hingga Afrika. Ia membawa pesan perdamaian dengan setiap kerajaan yang dikunjungi dan ia memulai perdagangan yang adil dan membagikan ilmu pengetahuan.
Ketika sedang berlayar melewati laut jawa, banyak awak kapalnya yang jatuh sakit. Melihat hal itu kemudian Ia memerintahkan para awak kapalnya untuk membuang sauh dan merapat ke pantai utara semarang. Setelah mendarat, Ia dan para awaknya berlindung di sebuah Goa dan mendirikan bangunan sebagai markas dan tempat tinggal sementara di tepi pantai yang sekarang telah berdiri menjadi kelenteng. Seiring bergantinya zaman, bangunan itu kini telah bergeser menjadi berada di tengah kota Semarang. Hal ini diakibatkan pantai utara jawa yang selalu mengalami proses pendangkalan yang di akibatkan adanya proses sedimentasi, sehingga lambat-laun daratan akan semakin bertambah luas kearah utara.


Di tempat ini, Cheng Ho juga sempat memberikan pelajaran bercocok-tanam serta menyebarkan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat di sekitarnya. Konon, setelah Cheng Ho meninggalkan tempat tersebut karena harus melanjutkan pelayarannya, banyak awak kapalnya yang memutuskan tinggal di desa Simongan dan menikah dengan penduduk setempat. Mereka bersawah dan berladang ditempat itu.
Meskipun sebenarnya laksamana Cheng Ho adalah seorang muslim, tetapi bagi etnis China Umat Kong Hu Cu, Beliau juga dianggap dewa. Hal ini dapat dimaklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tao menganggap orang yang sudah meninggal, terlebih orang tersebut merupakan tokoh yang berpengaruh, dapat memberikan pertolongan kepada mereka yang masih hidup.


Seperti halnya bangunan-bangunan yang kental dengan unsur China, warna merah banyak mendominasi bangunan ini. Sejumlah lampion merah tidak saja menghiasi kelentengnya, tetapi juga pohon-pohon menuju pintu masuk. Di halaman yang cukup luas di depan kelenteng, terdapat sejumlah patung, baik yang berukuran besar maupun kecil. Patung Laksamana Cheng Ho juga berdiri gagah di depan bangunan kelenteng yang berwarna merah menyala. Arsitektur di kelenteng Sam Po Kong ini dipenuhi dengan ornamen naga. Selain itu bangunan kelenteng ini beratap susun melambangkan kelopak bunga teratai. Ukiran-ukiran seperti naga dan kapal dari Cheng Ho juga menambah kemegahan kelenteng ini.
Meskipun sebagai tempat destinasi wisata, area kelenteng yang berupa kuil lebih dimaksudkan untuk sembahyang, sehingga tidak semua orang boleh memasukinya. Bangunan kuil, baik yang besar maupun yang kecil dipagari dan pintu masuknya dijaga oleh petugas keamanan. Hanya yang bermaksud sembahyang saja yang diizinkan masuk sedangkan wisatawan yang ingin melihat lihat hanya bisa melakukan dari balik pagar. 


Di areal wisata klenteng Sam Po Kong ini juga terdapat beberapa lokasi menarik yang menunjukan sisa-sisa peninggalan di masa lalu. Diantaranya adalah tempat Kyai Juru Mudi yang berupa makam juru mudi kapal yang ditumpangi Laksamana Cheng Ho. Selain itu ada pula tempat lainnya yang dinamai kyai Jangkar, karena di sini tersimpan jangkar asli kapal Cheng Ho yang dihias dengan kain warna merah. Kemudian ada juga Kyai Cundrik Bumi, yang dulunya merupakan tempat penyimpanan segala jenis persenjataan yang digunakan awak kapal Cheng Ho, serta Kyai dan Nyai Tumpeng yang merupakan tempat penyimpanan bahan makanan pada zaman Cheng Ho.

Sebenarnya ada cerita unik saya dan teman-teman ketika berkunjung kesini, apa itu?,..kami menyempatkan diri untuk minta diramal ke penjaga salah satu Klenteng (dua orang, bapak dan ibu),..setelah bertemu dan ngobrol sebentar, si ibu mempersilahkan kami terlebih dahulu untuk membeli dupa di bagian depan Klenteng (dekat dengan penyewaan kostum), kemudian secara bergantian kamipun ngobrol alias curhat ke bapak yang akan meramal,..ini buat senang-senang saja tanpa ada maksud lain, alias penasaran saja,..heheheh.....saya dan teman pun cukup shock dengan hasil ramalan si bapak, yang menurut kami sih sangat mendekat dengan realita yang kami hadapi, baik itu soal pekerjaan maupun jodoh..hahahha............penasaran kan?,...makanya teman-teman jika berkunjung kesini sempatkan yah untuk diramal.....(end)

1 comment:

  1. A Real Grown Grown Grown by Dining - TikTok
    Jan 21, 2014 · 13 posts how strong is titanium · 11 authorsOne of the most prominent things that I have learned over the years is that you can buy a titanium uses casino table apple watch titanium vs aluminum and make a titanium flashlight deposit via Bitcoin. titanium nipple jewelry

    ReplyDelete