Kota Pagar Alam merupakan daerah yang cukup familiar di wilayah Sumatra Selatan, bahkan ada istilah bahwa berkunjung ke Palembang tanpa ke Pagar Alam bagai sayur tanpa garam; hampa...hehehhee.....
Kampung halaman saya sendiri merupakan salah satu desa yang ada di Pagar Alam, namanya DESA SUMUR. Namanya unik memang, tapi tentu saja ada sejarahnya kenapa dinamakan Desa Sumur. Entah benar atau tidak menurut sesepuh disana, desa ini merupakan desa yang paling banyak sumur-nya dibanding desa-desa lainnya, kemudian apabila terjadi musim kemarau sumur-sumur yang ada di desa ini tidak pernah mengalami kekeringan, dan saya pribadi pun mengalaminya, semasa kecil belum pernah saya menemui adanya sumur yang kering di desa ini, sementara desa-desa tetangga mengalami kekeringan dan banyak datang ke desa ini untuk meminta air bersih.
Secara pribadi yang membuat saya "kangen" setiap pulang kampung/mudik adalah tentu saja keramahan penduduknya, sebab selain umumnya masih bertalian saudara ada tradisi-tradisi atau kebiasaan yang tentu saja tidak akan didapati di kota-kota besar terutama Jakarta tempat saya mencari nafkah saat ini. Berikut beberapa hal yang menurut saya menjadi indah dan tidak akan pernah saya lupakan yang menjadi tradisi atau kebiasaan di daerah saya.
Desa Sumur dan deretan desa-desa lainnya berada dan dilingkari oleh deretan bukit barisan yang melintasi sepanjang pulau Sumatra. Seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini. Ini adalah Desa Tanjung Agung, yaitu desa kelahiran ibu saya yang letaknya sekitar lima (5) desa dari desa Sumur.
Tradisi atau kebiasaan lain yang bikin kangen adalah disini dan tentu saja saya yakin di desa manapun, akan kita temui hewan-hewan peliharaan seperti kambing, ayam, bebek, sapi dan kerbau. Kebahagiaan bersentuhan dengan hewan peliharaan dirasakan langsung oleh anak saya ketika kami pulang kampung tahun 2010 yang lalu. Hal yang lucu misalnya anak saya belum bisa membedakan antara kuda dan kambing, sehingga kambing sebagaimana yang ada di gambar dibawah ini selalu dia naiki layaknya kuda...hhmmmmm.....
Ziarah ke makam kakek, nenek atau buyut baik dari pihak ibu maupun bapak juga merupakan tradisi yang biasa dilakukan ketika seseorang pulang dari perantauan. Nilai filosofinya tentu saja untuk mengenal silsilah keluarga agar jalinan hubungan kekeluargaan terus terjalin walau jarak mamisahkan.
Rumah Panggung merupakan salah satu ciri khas rumah-rumah yang ada di pedesaan. Dan tentu saja rumah ini harus terus dilestarikan, sebab generasi saat ini ketika membangun rumah sudah menggunakan rumah beton dengan alasan yang memang masuk akal karena lebih murah dan cepat, berbeda kalau ingin membangun rumah panggung papan, selain harga kayu papan yang saat ini terbilang mahal juga waktunya cukup lama, karena papan tersebut harus direndam terlebih dahulu sehingga bisa bertahan lama.
Ini yang menjadi ciri khas paling dirindukan yaitu KOPI. The Original Coffee bisa kita temukan disini, baik dari bahan bakunya maupun cara memproduksinya yang masih tradisional. Gambar dibawah ini menunjukkan salah satu cara tradisional produksi bubuk kopi, yaitu "ngiroh" (menggoreng) biji kopi sebelum dihaluskan. Menghaluskan biji kopi pun bisa dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan mesin maupun ditumbuk lewat lesung, namun cara yang terakhir ini sudah jarang dilakukan.
GUNUNG DEMPO. Inilah gunung tertinggi di Sumatra Selatan. Gunung ini melengkapi pameo ke Palembang tanpa ke Pagar Alam akan hambar dan ke Pagar Alam tanpa ke Gunung Dempo tidak ada artinya..hehehe....Di wilayah gunung ini pula saat ini kantor pusat pemerintahan kota Pagar Alam dibangun, melengkapi keindahan Gunung Dempo itu sendiri.
Tradisi lainnya adalah SEDEKAH atau bahasa kerennya HAJATAN. Ketika seseorang mengadakan sedekah atau syukuran, warga sekitar akan berkumpul di rumah yang mengadakan sedekah selain turut menghadiri acara sedekah juga persiapan hingga pelaksanaan dilakukan secara gotong royong sebagaimana terlihat pada gambar-gambar berikut ini :
1. Ibu-ibu berkumpul menyiapkan makanan yang akan disajikan untuk para tamu
2. Para tamu habis melakukan doa selamatan di rumah utama, turun untuk menikmati hindangan makanan yang telah disediakan.
3. Tahap Persiapan, dimana bapak dan pemuda desa melakukan penyembelihan hewan (kambing dan ayam), sementara ibu-ibu mempersiapkan bumbu-bumbunya.
4. And Finally inilah yang menurut saya paling mengasyikkan bisa mandi dengan dinginnya air sumur. Kalau dulu untuk mengambil air di sumur masih banyak penduduk yang menggunakan ember dan tali, saat ini sudah banyak yang menggunakan mesin pompa, bahkan sudah mulai juga masuk PAM dari rumah ke rumah. Tapi tetap yang lebih mengasyikkan adalah air sumur yang ditimba langsung dengan menggunakan ember...Sensasinya BEDA!!!!!!
saya jadi tertarik untuk berkunjung ke sana mba, panorama alam nya begitu mempesona :)
ReplyDelete