Kereta api komuter adalah sebuah layanan transportasi kereta api penumpang antara pusat kota dan pinggiran
kota yang menarik sejumlah besar orang yang
melakukan perjalanan setiap hari. Kereta beroperasi mengikuti sebuah jadwal,
pada kecepatan yang berbeda-beda mulai dari 50 sampai 200 km/jam. Jarak biaya
atau harga zona kadang digunakan.
Setelah sekian lama
tidak naik KRL, finally kesampaian juga akhirnya naik moda transportasi ini
dengan rute Bekasi – Bogor. Dahulu pada kurun waktu tahun 2000 hingga 2002 moda
transportasi ini langganan rutin saya tiap hari. Hal ini dikarenakan tiap sore
saya harus kuliah di Kampus Universitas
Indonesia (UI) Depok dari Stasiun Manggarai atau Cikini (karena kost di wilayah
Salemba Jakarta Pusat).
Kalau ingat perjuangan
dulu berdesak-desakan di dalam KRL, berbagai macam aroma tumpah ruah, hingga melihat
orang yang jatuh dari KRL merupakan hal yang biasa. Jaman kuliah juga merupakan
jaman dimana saya dan teman-teman juga “sedikit” nakal karena jarang sekali
membeli tiket, alasannya sih klise pelayanannya ga banget, jadi ngapain harus
beli tiket.
Setelah kurang lebih
sepuluh tahun, akhirnya di penghujung tahun 2012 tepatnya hari Sabtu tanggal 29
Desember 2012 meluangkan waktu untuk mencoba moda transportasi ini yang katanya
sudah jauh lebih baik dan nyaman....so mari kita buktikan.
Dengan berbekal info
yang minim, saya berangkat dari rumah menuju stasiun Kranji. Tiba di loket
pembelian baru “ngeh’ klo ada tiket Commuterline (ada AC-nya) dan KRL Ekonomi. Karena
taunya Commuterline ya akhirnya saya beli tiket CL (singkatannya gitu katanya) seharga Rp. 9000,-dengan harapan dapat duduk nyaman dan ber-AC apalagi hari itu Sabtu,
prediksi saya ga akan terlalu banyak penumpangnya.
Setelah menunggu selama
15 menit CL pun datang, setelah masuk
saya pikir lumayan bersih dan AC nya berasa, ternyata hari Sabtu juga cukup
padat, alhasil saya tidak dapat tempat duduk hingga berhenti di Stasiun
Manggarai untuk melanjutkan ke UI dan Bogor. Karena sudah mencoba CL, saya
berinisiatif untuk mencoba KRL Ekonomi biasa dengan prediksi tidak akan
penuh..tiket seharga Rp. 1.500,- pun di tangan. Tidak lama datanglah KRL
Ekonomi yang dulu langganan ke kampus. Dan
ternyata tumplek jublek alias penuh banget!!!!, bingung antara mau naik atau
tidak, tapi namanya juga mencoba akhirnya naik juga dengan bonus desak-desakan,
oksigen yang rebutan dengan penumpang lainnya, gesekan badan dengan penumpang
lainnya plus aroma badan yang beraneka ragam.
Kurang lebih 20 menit,
saya turun di Statiun UI dengan keringat bercucuran, hehehehe....selanjutnya
cerita tentang keberadaan saya di UI akan diceritakan di blog berikutnya yah...
Karena kapok dengan
kondisi KRL ekonomi yang tadi, akhirnya diputuskan untuk ke Bogor menggunakan
CL dengan harapan lebih baik dan nyaman tentunya. Dengan tiket seharga Rp.
9000,- saya menunggu CL tujuan Bogor. Ternyata harapan saya tidak sesuai
kenyataan, kondisi CL malah sangat crowded tidak jauh dengan kondisi KRL
Ekonomi yang saya naiki tadi, namun karena sudah terlanjur ya terpaksa naik. Kondisi
desak-desakan ini berlangsung hingga pemberhentian terakhir yaitu Stasiun
Bogor. Selanjutnya wisata kuliner dilanjutkan di kota Bogor.
Setelah puas berwisata
di kota Bogor, diputuskan balik ke Bekasi tidak menggunakan KRL maupun CL tapi
Bus, simple alasannya pengen tidur,..hahahahhaa......
Berdasarkan pengalaman
tersebut memang moda transportasi ini paling banyak mengangkut penumpang, namun
apa yang diharapkan oleh penumpang sebagai konsumen masih jauh dari apa yang
diinginkan. Tiket yang lumayan mahal ternyata belum mampu mensubsidi kebutuhan
akan kenyamanan. Pendingin ruangan atau AC hanyalah sekedar nama dan berasa
hanya ketika penumpang sepi, kalau ramai dan membludak malah menjadi polusi
udara karena membaurkan berbagai aroma ke semua orang. Mau protes rasanya sudah
capek, toh hanya sebatas itu pelayanan optimal yang mampu diberikan oleh negara
melalui PT. Kereta Api Indonesia. Intinya resiko lah hidup di kota besar
semacam Jakarta dan sekitarnya.. (end).
waah.. perjalanannya seru juga ya
ReplyDelete