Tuesday, May 8, 2012

Sudut Pandang; Indahnya Masjid Istiqlal Jakarta

Masjid Istiqlal adalah Masjid yang terbesar di Asia Tenggara. Masjid ini merupakan suatu kebanggaan bagi Bangsa Indonesia, sebagai manifestasi ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas curahan karunia-Nya, bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam dapat berhasil memperjuangkan kemerdekaan dan terbentuknya Negara RI. Oleh karena itulah masjid ini dinamakan ISTIQLAL artinya MERDEKA.

Sebagai orang yang telah menginjakkan kaki di Jakarta sejak tahun 1997 terhitung jarang saya "bertamasya rohani" ke Masjid kebanggaan orang Jakarta ini. Hal ini dikarenakan selama tiga (3) tahun dari tahun 1997 hingga tahun 2000 lingkup area main saya hanya berkisar antara cinere-blok M-Depok-Ciputat dan sekitarnya, maklum jaman itu masih jadi anak asrama..hehehehe......
Masa-masa kost tahun 200-an di wilayah Salemba barulah kenal area Jakarta Pusat dan sekitarnya termasuk Istiqlal. Waktu itu cukup sering maen ke Istiqlal terutama di bulan Puasa untuk sholat Tarawih. Memang terasa sekali nuansanya yang "beda" karena disini juga banyak orang dari berbagai daerah yang berdatangan baik individu maupun kelompok untuk tidak hanya sholat tapi kegiatan keagamaan lainnya.

Untuk kunjungan ke Masjid Isiqlal kali ini, hari Sabtu tanggal 05 Mei 2012 sekalian niat ibadah juga nemenin temen yang katanya selama di Jakarta belum pernah menginjakkan kaki dan beribadah di Istiqlal,..ya itung-itung ibadah juga nemenin orang ke tempat ibadah....hahahhha....Amien..Amien.....
Yang ga bikin bosen berkunjung ke Istiqlal menurut saya adalah melihat maha karya keindahan arsitek si pembuat masjid. Dari luar mungkin terlihat biasa, tapi ketika memasuki area dalam masjid, sentuhan tangan dengan cita rasa seni yang tinggi sangat kentara. Subhanallah..!!..

Ide pembangunan masjid tercetus setelah empat tahun proklamasi kemerdekaan. Pada tahun 1950, KH. Wahid Hasyim yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Agama RI dan H. Anwar Tjokroaminoto dari Partai Syarikat Islam mengadakan pertemuan dengan sejumlah tokoh Islam di Deca Park, sebuah gedung pertemuan di jalan Merdeka Utara, tidak jauh dari Istana Merdeka. Pertemuan dipimpin olehĂ‚  KH. Taufiqurrahman, yang membahas rencana pembangunan masjid.
Gedung pertemuan yang bersebelahan dengan Istana Merdeka itu, kini tinggal sejarah. Deca Park dan beberapa gedung lainnya tergusur saat proyek pembangunan Monumen Nasional (Monas) dimulai.
Masjid tersebut disepakati akan diberi nama Istiqlal. Secara harfiah, kata Istiqlal berasal dari bahasa Arab yang berarti: kebebasan, lepas atau kemerdekaan, yang secara istilah menggambarkan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat berupa kemerdekaan bangsa.
Pada tahun 1953, Panita Pembangunan Masjid Istiqlal, melaporkan rencana pembangunan masjid itu kepada kepala negara. Presiden Soekarno menyambut baik rencana tersebut, bahkan akan membantu sepenuhnya pembangunan Masjid Istiqlal. Kemudian Yayasan Masjid Istiqlal disahkan dihadapan notaris Elisa Pondag pada tanggal 7 Desember 1954.
Presiden Soekarno mulai aktif dalam proyek pembangunan Masjid Istiqlal sejak beliau ditunjuk sebagai Ketua Dewan Juri dalam Sayembara maket Masjid Istiqlal yang diumumkan melalui surat kabar dan media lainnya pada tanggal 22 Februari 1955. Melalui pengumuman tersebut, para arsitek baik perorangan maupun kelembagaan diundang untuk turut serta dalam sayembara itu.
Dewan Juri sayembara rancang bangun Masjid Istiqlal, terdiri dari para Arsitek dan Ulama terkenal. Susunan Dewan Juri adalah Presiden Soekarno sebagai ketua, dengan anggotanya Ir. Roeseno, Ir. Djuanda, Ir. Suwardi, Ir. R. Ukar Bratakusumah, Rd. Soeratmoko, H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), H. Abu Bakar Aceh, dan Oemar Husein Amin.
Sayembara berlangsung mulai tanggal 22 Februari 1955 sampai dengan 30 Mei 1955. Sambutan masyarakat sangat menggembirakan, tergambar dari banyaknya peminat hingga mencapai 30 peserta. Dari jumlah tersebut, terdapat 27 peserta yang menyerahkan sketsa dan maketnya, dan hanya 22 peserta yang memenuhi persyaratan lomba.

Setelah dewan juri menilai dan mengevaluasi, akhirnya ditetapkanlah 5 (lima) peserta sebagai nominator. Lima peserta tersebut adalah:
  1. Pemenang Pertama: Fredrerich Silaban dengan disain bersandi Ketuhanan
  2. Pemenang Kedua: R. Utoyo dengan disain bersandi Istighfar
  3. Pemenang Ketiga: Hans Gronewegen dengan disain bersandi Salam
  4. Pemenang Keempat: 5 orang mahasiswa ITB dengan disain bersandi Ilham
  5. Pemenang Kelima: adalah 3 orang mahasiswa ITB dengan disain bersandi Khatulistiwa dan NV. Associatie dengan sandi Lima Arab
Pada tanggal 5 Juli 1955, Dewan Juri menetapkan F. Silaban sebagai pemenang pertama. Penetapan tersebut dilakukan di Istana Merdeka, sekaligus menganugerahkan sebuah medali emas 75 gram dan uang Rp. 25.000. Pemenang kedua, ketiga, dan keempat diberikan hadiah. Dan seluruh peserta mendapat sertifikat penghargaan.


Rancangan arsitektur Masjid Istiqlal mengandung angka dan ukuran yang memiliki makna dan perlambang tertentu. Terdapat tujuh gerbang untuk memasuki ruangan dalam Istiqlal yang masing-masing dinamai berdasarkan Al-Asmaul-Husna, nama-nama Allah yang mulia dan terpuji. Angka tujuh melambangkan tujuh lapis langit dalam kosmologi alam semesta Islam, serta tujuh hari dalam seminggu. Tempat wudhu terletak di lantai dasar, sementara ruangan utama dan pelataran utama terletak di lantai satu yang ditinggikan. Bangunan masjid terdiri atas dua bangunan; bangunan utama dan bangunan pendamping yang lebih kecil. Bangunan pendamping berfungsi sebagai tangga sekaligus tempat tambahan untuk beribadah. Bangunan utama ini dimahkotai kubah dengan bentang diameter sebesar 45 meter, angka "45" melambangkan tahun 1945, tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Kemuncak atau mastaka kubah utama dimahkotai ornamen baja antikarat berbentuk Bulan sabit dan bintang, simbol Islam.

Kubah utama ini ditopang oleh 12 tiang ruang ibadah utama disusun melingkar tepi dasar kubah, dikelilingi empat tingkat balkon. Angka "12" yang dilambangkan oleh 12 tiang melambangkan hari kelahiran nabi Muhammad yaitu tanggal 12 Rabiul Awwal, juga melambangkan 12 bulan dalam penanggalan Islam (juga penanggalan Masehi) dalam satu tahun. Empat tingkat balkon dan satu lantai utama melambangkan angka "5" yang melambangkan lima Rukun Islam sekaligus melambangkan Pancasila, falsafah kebangsaan Indonesia. Tangga terletak di keempat sudut ruangan menjangkau semua lantai. Pada bangunan pendamping dimahkotai kubah yang lebih kecil berdiameter 10 meter.

Adanya dua bangunan masjid; yaitu bangunan utama dan bangunan pendamping (berfungsi sebagai tangga, ruang tambahan dan pintu masuk Al Fattah), serta dua kubah yaitu kubah utama dan kubah pendamping, melambangkan angka "2" atau dualisme yang saling berdampingan dan melengkapi; langit dan bumi, kepentingan akhirat dan kepentingan duniawi, bathin dan lahir, serta dua bentuk hubungan penting bagi muslim yaitu Hablum minallah (hubungan manusia dengan Tuhannya) dan Hablum minannaas (hubungan manusia dengan sesamanya). Hal ini sesuai dengan sifat agama Islam yang lengkap, mengatur baik urusan keagamaan maupun sosial kemasyarakatan. Islam tidak semata-mata bertitik berat pada masalah ibadah dan akhirat saja tetapi juga memperhatikan urusan duniawi; kesejahteraan, keadilan dan kepedulian sosial, ekonomi, hukum, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan kehidupan sehari-hari umat muslim.

Rancangan interior masjid ini sederhana, minimalis, dengan hiasan minimal berupa ornamen geometrik dari bahan baja antikarat. Sifat gaya arsitektur dan ragam hias geometris yang sederhana, bersih dan minimalis ini mengandung makna bahwa dalam kesederhanaan terkandung keindahan. Pada dinding utama yang menghadap kiblat terdapat mihrab dan mimbar di tengahnya. Pada dinding utama terdapat ornamen logam bertuliskan aksara Arab Allah di sebelah kanan dan nama Muhammad di sebelah kiri, di tengahnya terdapat kaligrafi Arab Surah Thaha ayat ke-14. Semua ornamen logam baja antikarat didatangkan dari Jerman. Pada awalnya direncanakan menggunakan bahan marmer impor dari Italia seperti Monumen Nasional. Akan tetapi untuk menghemat biaya dan mendukung industri mamer lokal maka bahan marmer akhirnya diambil dari Tulungagung di Jawa Timur.

Struktur bangunan utama dihubungkan dengan emper dan koridor keliling mengelilingi pelataran terbuka yang luas. Koridor lkeliling ini menghubungkan bangunan utama dengan menara masjid. Tidak seperti masjid dalam arsitektur Islam Arab, Persia, Turki, dan India yang memiliki banyak menara, Istiqlal hanya memiliki satu menara yang melambangkan Keesaan Allah. Menara berukuran tingi 66,66 meter (6.666 cm),melambangkan 6.666 ayat dalam persepsi tradisional dalam Al Quran. Tiga puluh pilar penopang menara melambangkan 30 juz' dalam Al Quran. Selain koridor emper keliling terdapat pula koridor di tengah yang menghubungkan Gerbang Al Fattah dengan Gerbang Ar Rozzaq. Jika masjid sudah tentu berkiblat ke arah Mekkah, penjuru koridor ini mengarah ke Monumen Nasional, hal ini untuk menunjukkan bahwa masjid ini adalah masjid nasional Republik Indonesia.


Di masjid ini juga terdapat bedug raksasa yang terbuat dari dari sebatang pohon kayu meranti merah asal pulau Kalimantan yang berusia sekitar 300 tahun.
Masjid Istiqlal dikenal dengan kemegahan bangunannya. Luas bangunannya hanya mencapai 26% dari kawasan seluas 9.32 hektar, yang selebihnya adalah halaman dan pertamanan. Pada taman masjid di sudut barat daya terdapat kolam besar dengan air mancur yang dapat menyemburkan air setinggi 45 meter. Air mancur ini hanya diaktifkan tiap hari Jumat menjelang shalat Jumat atau pada hari raya dan hari penting keagamaan Islam seperti Idul Fitri, Idul Adha, Maulid Nabi, dan Isra Miraj.

No comments:

Post a Comment